Kasus Antasari Azhar
Mantan Ketua KPK Antasari Azhar divonis 18 tahun penjara dalam kasus pembunuhan Direktur PT Putra Rajawali Banjaran, Nasrudin Zulkarnaen.
Sebelumnya, Antasari Azhar dituntut hukuman mati oleh jaksa penuntut umum (JPU).
Antasari didakwa melakukan pembunuhan berencana dan dijerat dengan Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 55 ayat (1) ke-2 KUHP pasal 340 dengan ancaman hukuman maksimal hukuman mati.
Jaksa Penuntut Umum Cirrus Sinaga mengatakan Antasari memiliki motif yang kuat untuk menghabisi nyawa Nasrudin.
Jaksa menilai, motif tersebut yakni kasus pelecehan seksual yang dilakukan Antasari kepada Rhani Juliani, istri Nasrudin.
Pelecehan seksual ini berawal saat Antasari bertemu Rhani di Hotel Grand Mahakam, Jakarta Selatan.
Dalam pengakuannya, Rhani mengatakan Antasari telah melakukan pelecehan seksual yang kemudian diketahui suaminya, Nasrudin Zulkarnaen.
Antasari, menurut jaksa, khawatir jika Nasrudin akan membeberkan kasus ini ke publik dan kemudian meminta bantuan pengusaha Sigid Haryo Wibisono dan mantan Kapolres Jakarta Selatan Williardi Wizar untuk menyelesaikan masalah ini.
Nasrudin ditembak setelah bermain golf di Padang Golf Modernland, Cikokol, Tangerang, sekitar pukul 14.00, Sabtu 14 Maret 2009.
Hingga kemudian, Nasrudin meninggal sekitar 22 jam kemudian dengan dua peluru bersarang di kepalanya.
Ahmadi Miru, Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007
Andi Hamzah, Acara Pidana Indonesia, CV Sapta Artha Jaya, Jakarta,1996.
Arif Gosita, Masalah Korban Kejahatan, Akademika Pressindo, Jakarta, 1983.
Bahder Johan Nasution, Metode Penelitian Hukum, Mandar Maju, Bandung 2016.
Budi Suhariyanto, Tindak Pidana Teknologi Informasi (Cybercrime) Urgensi dan Pengaturan Celah Hukumnya, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2012.
Danrivanto Budhijanto,Revolusi Cyberlaw Indonesia Pembaruan dan Revisi UU ITE 2016, PT Refika Aditama, Bandung, 2017.
Dominikus Rato, Filsafat Hukum Mencari: Memahami dan Memahami Hukum, Laksbang Pressindo, Yogyakarta, 2016.
Faisal, Menerobos Positivisme Hukum, Rangkang Education, Yogyakarta, 2010.
Heru Sujamawardi, Analisis Yuridis Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008, Jurnal Hukum Bisnis dan Investasi, Volume 9 Nomor 2 April 2018, diakses pada 20 Oktober 2021.
I Gusti Made Jaya Kesuma, Ida Ayu Putu Widiati, I Nyoman Gede Sugiartha, Penegakan Hukum Terhadap Penipuan Melalui Media Elektronik, Jurnal Preferensi Hukum, Fakultas Hukum Universitas Warmadewa, Vol 1, No. 2, Denpasar, 2020, diakses pada tanggal 21 Oktober 2021.
Kartini Muljadi Gunawan Widjaja,, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003.
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, Sinar Grafika, Jakarta, 2008
Mastur, Implementasi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Sebagai Tindak Pidana Non Konvensional, http://jurnalnasional.ump.ac.id, Vol. 16 No. 2, Juni 2016, diakses tanggal 25 Oktober 2021.
Moelyatno, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Bumi Aksara, Jakarta, 1999.
Muhajir Effendy, Kamus besar bahasa Indonesia, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, 2016.
Nurlaili Isma, Kekuatan Pembuktian Alat Bukti Informasi Elektronik Pada Dokumen Elektronik Serta Hasil Cetaknya Dalam Pembuktian Tindak Pidana, jurnal penelitian hukum, volume 1 Nomor 2, juli 2014, diakses pada tanggal 15 Oktober 2021.
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana, Jakarta, 2006.
Ramiyanto, Bukti Elektronik Sebagai Alat Bukti Yang Sah Dalam Hukum Acara Pidana, Jurnal Hukum dan Peradilan, Volume 6 Nomor 3, November 2017, diakses pada tanggal 18 Oktober 2021.
Remincel, Kedudukan Saksi dalam Hukum Pidana, Ensiklopedia of Journal Vol. 1 No.2 Edisi 2 Januari, 2019, diakses tanggal 10 November 2021.
Sindura Debri, Tinjauan Kekuatan Pembuktian Keterangan Saksi Yang Tidak Disumpah Karena Keterbelakangan Mental Dalam Pemeriksaan Perkara Kekerasan Seksual, Gema, 2015.
Siswanto Sunarso, Hukum Informasi dan Transaksi Elektronik Studi Kasus : Prita Mulyasari, Rineka Cipta, Jakarta, 2009.
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, Alfabeta, Bandung, 2019.
Suharnoko, Hukum Perjanjian, Teori dan Analisa Kasus, Kencana Prenadamedia Group, Jakarta, 2004
Sutrisno Hadi, Metode Reseach, Cet Ke 1, Yayasan Penerbit Psikologi UGM, Yogyakarta, 1990.
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
Widodo, Aspek Hukum Pidana Kejahatan Mayantara, Aswaja Pressindo, Yogyakarta, 2013.
%PDF-1.5
%µµµµ
1 0 obj
<>>>
endobj
2 0 obj
<>
endobj
3 0 obj
<>/ExtGState<>/XObject<>/ProcSet[/PDF/Text/ImageB/ImageC/ImageI] >>/Annots[ 16 0 R] /MediaBox[ 0 0 595.32 841.92] /Contents 4 0 R/Group<>/Tabs/S/StructParents 0>>
endobj
4 0 obj
<>
stream
xœ;ÙrÜF’ïŠÐ?àmÑ$U¸³K‰²-Ûâp$j&6¤y¨&šÝ�p´qP¦¿~3³ Ý š;¡™p($òª¼QZ_Õmö î[ë¯]_µ¸ßoSëÓú®:ü{}÷tØ®oÅ.+E›Uåßþf½º~m½º{ùbý#³s\ߺ{xù‚Y.üVÜØq¹%¡Ã»À~úY»æå×ÚáÏO/_|²Õ¿»_^¾xx¬7ï^[ë^Um[KlhÂ�:‘ỏ}"üÉöW—ží";�½Ã=Çç£w¬ÐˆƒX¾åÅÎ$É`o‘ûw¯ß^[®â�¡Ð¡ï„�ås‡G�Åã ï8s«Þ¾|ñð——/~ù‚Ǿǒ˜ç¡¨ZÕx�j|[ˆÝ6¶®+ëôØú7Qî,;K/ß^¯q@k°xÜR$ ½ïéýÅ*¥”빕Œöäå!©Ó�I`Ú¾Oö/«ËÐþø~åÛ7Wð󛵺äöû7¯áúîã»�JþAb=›¾wDŸevJþÉY+æÚÿ¬V—¾�;øKr¦žÃÏÍŠv›ï˜%úá^ ÛÏ°Ú..r fxñye¡åüÒáo¾bÌÎÆ‚�¨Ÿÿ?–˜û±D§"[gh{߃và:qpJûk£…Ê�àâ;þ÷`'bŽ7¡ŠË3´ƒïBÛŸ¤}Nîð»Ð�À;¥M;àÄg˜ˆ¾qâ$ÿ�⩤ƒã'Y"°¢ vâpHãêâÈÕoo?¬.ýÙ€ÌÂ"ÔÇ|ðf`OÇ°ÿûH½N=MèãÁŠg?_]##·+æ©õ·7yµºŒì_Á' @$ö-††·×W¸;
ÒA2‘°¼„;±7/ÀiŒw'±NŒ±_$ÈÍÛÕe,ï?^¡No ° ~9Éÿ‡K>…$dTôX¬K—êÝý'ûúêf¥7�’ƒ�†À˜v®Pº„m =îÖO?A|§ÛßðçêöjuN
þ”ž}Ï�ì= wNÁœ?h”1#
D§DùÙþÐv)îTfý
Œ‹¦CÛl¬[ÌX”�Ú®%BX·Û{çnäølŒ¹Äww"Å?YŽ¿‚–¬›-ÐÙmÁÞkø/³Þá}:¨
™KÁäÄú
Sonora.ID - Berikut ulasan selengkapnya mengenai "5 Contoh Kasus Hukum Pidana yang Menggegerkan dan Trending di Indonesia Pada Massanya".
Hukum Pidana merupakan sebulan lantasan atau Batasan perilaku hukum yang mengatur tentang pelanggaran-pelanggaran dan kejahatan-kejahatan terhadap kepentingan umum, perbuatan mana diancam dengan hukuman yang merupakan suatu penderitaan atau siksaan.
Di Indonesia terdapat beberapa contoh kasus hukum pidana yang sempat menghebohkan public.
Beberapa kasus mampu terselesaikan dengan baik sementara sisinya masig mengusik tanda tanya akan rasa keadilan sebagai seorang manusia.
Berikut beberapa kasus Hukum Pidana yang sempat menghebohkan masyarakat Indonesia.
Baca Juga: Perbedaan Hukum Pidana dan Perdata dan Contohnya
Contoh Kasus Hukum Pidana
1. Kasus Antasari Azhar
Antasari Azhar, seorang mantan ketua KPK divonis selama 18 tahun lantaran terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pembunuhan berencana terhadap bos PT Putra Rajawali Banjaran, Nasrudin Zulkarnain pada 14 Maret 2009.
Kasus ini sempat menimbulkan kehebohan karena Antasari adalah pimpinan lembaga yang sedang dinanti-nantikan kinerjanya, dan ada pula dugaan rekayasa kasus untuk menjegal karier Antasari.
13 Desember 2024 18:57 WIB
13 Desember 2024 18:20 WIB
13 Desember 2024 18:15 WIB
13 Desember 2024 18:02 WIB
Hukum pidana menjadi salah satu aturan hukum yang berlaku di Indonesia.
Beberapa kasus hukum pidana di Indonesia juga pernah menuai perhatian publik.
Bagi kamu calon mahasiswa jurusan hukum atau calon pengacara, wajib mengetahui beberapa contoh kasus hukum pidana.
Sebelumnya, kamu juga perlu mengetahui arti hukum pidana dan dasar hukumnya.
Melansir buku Hukum Pidana karya Takdir, hukum pidana berarti hukuman atau peraturan tentang hukuman atau pidana.
Hukum pidana bisa dikenakan kepada setiap individu karena tiga alasan, yakni:
Melansir buku Hukum Pidana karya Suyanto, hukum pidana merupakan bagian dari keseluruhan hukum berlaku di suatu negara.
Hukum pidana mengatur ketentuan tentang perbuatan yang tidak boleh dilakukan, dilarang yang disertai ancaman pidana bagi barang siapa yang melakukan.
Secara umum, tujuan hukum pidana untuk melindungi kepentingan setiap individu yang hidup di suatu negara atau hak asasi manusia, dan melindungi kepentingan masyarakat dari kejahatan atau tindakan tercela.
Hukum pidana memiliki dua unsur pokok yang berupa norma dan sanksi.
Kedua unsur itu harus ditaati oleh setiap orang di dalam pergaulan hidup bermasyarakat.
Dengan unsur tersebut juga, hubungan hukum yang dititikberatkan terhadap kepentingan umum.
Hukum pidana memiliki sifat sebagai hukum publik karena mengatur setiap individu demi kepentingan masyarakat secara umum.
Sifat hukum pidana sebagai hukum publik ini bisa diketahui berdasarkan tiga hal, yakni:
Tindak Pidana Tetap Ada
Hal ini maksudnya suatu tindak pidana itu tetap ada, walaupun tindakannya itu telah mendapat persetujuan terlebih dahulu dari korbannya.
Penuntut di mata hukum pidana itu tidak digantungkan kepada keinginan dari orang yang telah dirugikan oleh suatu tindak pidana yang telah dilakukan oleh orang lain.
Untuk biaya penjatuhan pidana dipikul oleh negara sedangkan pidana denda dan perampasan barang menjadi menjadi penghasilan negara.
Terdapat beberapa sumber hukum pidana di Indonesia yang wajib kamu ketahui, yaitu:
Gianiddo Marcelino Prang
e journal fakultas hukum unsrat
Contoh Kasus Hukum Pidana dan Analisisnya
Kasus Kopi Sianida
Jessica Kumala Wongso divonis 20 tahun penjara atas kasus pembunuhan Wayan Mina dengan menggunakan kopi sianida karena dinilai terbukti melanggar Pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang Pembunuhan Berencana.
Majelis Hakim PN Jakarta Pusat menggunakan bukti tak langsung dalam memutuskan Jessica bersalah.
Kasus kopi sianida ini berawal saat Mirna meninggal setelah minum kopi di sebuah kafe di Jakarta Pusat.
Jessica, teman Mirna yang datang lebih awal dan memesankan kopi.
Hingga kemudian Jessica menjadi saksi atas kasus.
Polisi melakukan olah TKP dan gelar perkara uji labfor pada beberapa barang bukti yang mereka kumpulkan.
Satu di antara bukti kasus ini yakni ditemukannya kandungan sianida di dalam kopi Mirna dan indikasi menunjukkan bahwa pelaku dari kejadian tersebut adalah Jessica.
Ingin mengetahui lebih mendalam seluk beluk kasus hukum pidana? Kamu bisa membaca buku Kriminologi Perpektif Hukum Pidana karya Abie Besman.
Buku ini membahas fenomena kejahatan yang semakin marak terjadi meski sanksi pidana yang diberlakukan semakin berat.
Tertarik membacanya untuk mempelajari berbagai kasus hukum? Dapatkan segera bukunya di Gramedia.com!
Selain itu, ada gratis voucher diskon yang bisa kamu gunakan tanpa minimal pembelian. Yuk, beli buku di atas dengan lebih hemat! Langsung klik di sini untuk ambil vouchernya.
TINDAK PIDANA MATA UANG
Agung Fahrizal Imam (2324)
MAHASISWA SEKOLAH TINGGI HUKUM MILITER “AHM-PTHM”
Dalam hal penentuan nilai uang, secara umum, terdapat tiga jenis uang, yaitu: uang kartal, uang giral dan uang elektronik (electronic money). Namun demikian secara umum hal yang terjadi dalam praktik adalah penentuan nilai intrinsik dari uang itu sendiri, sehingga valuasinya juga ditentukan oleh pasar seperti misalnya penentuan nilai dalam uang virtual atau uang kripto (cryptocurrency). Akibatnya dalam hal penentuan nilai pada suatu mata uang digunakan oleh sebagian orang sebagai bentuk dari pertukaran (barter), selain sebagai alat pembayaran sebagaimana yang telah ditentukan undang-undang.
Dalam hukum positif, salah satu bentuk uang yang diakui adalah uang elektronik sebagimana diatur di dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 20/6/PBI/2018 tentang Uang Elektronik (selanjutnya disingkat PBI Uang Elektronik). Didalam PBI Uang Elektronik jenisnya yang dikenal hany ada dua, yaitu yang berbasiskan server dan yang berbasiskan chip. Apabila merujuk pada definisi yang dibuat oleh World Bank, uang kripto disebut dengan terminologi uang virtual/uang kripto (cryptocurrency). Pandangan pendapat World Bank juga disepakati oleh Bank Sentral Uni Eropa, sehingga secara rumpun, uang kripto berbeda dengan uang elektronik (fiat money). Dengan demikian maka uang elektronik berbeda dengan uang virtual. Akan tetapi apabila ditempatkan pada genus definisi, keduanya adalah uang digital.
Tindak pidana mata uang berbeda dengan tindak pidana pencucian uang. Dalam literatur hukum positif Indonesia, pembahasan tentang tindak pidana mata uang masih sangat terbatas, bahkan tesis, dan disertasi yang membahas masalah ini sangatlah langka. Penulis coba menelusuri jurnal online yang membahas masalah ini pun tidak banyak. Literatur yang banyak ditulis adalah tentang tindak pidana pencucian uang. Padahal dengan perkembangan mata uang elektronik, maka pengaturan tindak pidana mata uang tidak cukup hanya mengandalkan undang-undang yang ada termasuk undang-undang informasi dan transaksi elektronik.
Undang-Undang No. 7 tahun 2011, tidak memberikan definisi tentang tindak pidana mata uang. Namun dalam Penjelasan Umum Undang-Undang No. 7/2011 tentang Mata Uang, disebutkan bahwa kejahatan terhadap Mata Uang, semakin merajalela dalam skala yang besar dan sangat merisaukan terutama dalam hal dampak yang ditimbulkannya yang dapat mengancam kondisi moneter dan perekonomian nasional.
Dalam artikel ini, penulis memaparkan tiga jenis tindak pidana mata uang yang diatur dalam Pasal 9-13 Undang-Undang No. 1 Tahun 1946, Pasal 244-252 KUHP, dan Pasal 33-41 Undang-Undang 7 tahun 2011 tentang Mata Uang, Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 sebagaimana diubah menjadi Undang-Undang no. 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan Undang-Undang No. 10 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang-undang No. 32 Tahun 1997 tentang Perdagangan Berjangka Komoditi.
Kelahiran UU No. 1 Tahun 1946 dalam rangka melindungi kedaulatan Republik Indonesia dari perpecahan, membangkitkan semangat nasionalisme dan melindungi tumpah darah Indonesia. Ada tiga hal besar yang diatur dalam UU ini yaitu soal mata uang, soal bendera dan soal kabar bohong/kabar tidak pasti yang menimbulkan keonaran atau huru-hara. Selain itu, kelahiran UU No. 1 Tahun 1946 juga sebagai adaptasi terhadap KUHP peninggalan Belanda dan mengisi kekosongan KUHP tersebut.
Pasal 244 mengatur tentang siapa saja yang meniru atau memalsu mata uang kertas yang dikeluarkan oleh Negara atau Bank dengan maksud untuk mengedarkan atau menyuruh mengedarkan mata uang atau uang kertas itu sebagai asli dan tidak palsu. Jadi, ketika seseorang mengumpul uang asing dan menggandakan atau memperbanyak (misalnya di fotocopi) lalu mengedarkan maka telah terpenuhilah unsur pasal ini. Namun jika dia hanya melakukan fotocopy selembar uang asing, dan bermaksud menyimpannya saja dan tidak mengedarkannya maka belum terpenuhi unsur pasal ini.
Dalam Pasal 245 ada dua macam delik yang diatur yaitu sengaja mengedarkan mata uang atau uang kertas yang dikeluarkan oleh negara atau bank sebagai mata uang atau uang kertas asli dan tidak dipalsu yang dia sendiri memalsunya atau pada waktu diterima diketahuinya tidak asli atau dipalsu. Kedua, menyimpan atau memasukkan ke Indonesia mata uang atau uang kertas palsu.
Pasal 249 mengatur tentang perbuatan yang dengan sengaja mengedarkan uang tidak asli atau palsu. Misalnya seseorang menerima uang palsu dari orang lain dan dia tahu uang itu palsu, lalu mengedarkan uang tersebut atau membelanjakan uang tersebut. Namun jika orang tersebut tidak mengetahui uang tersebut adalah uang palsu dan mengedarkannya atau membelanjakannya maka orang tersebut tidak bisa dipidana dengan pasal ini.
Pasal 250 KUHP secara khusus mengatur seseorang yang memiliki atau mempunyai persediaan bahan atau benda untuk memalsu uang. Dalam hal ini yang dilarang adalah mempunyai persediaan bahan atau benda untuk memalsu uang. Pada kondisi demikian, yang dilarang adalah membuat mempunyai persediaan untuk memalsu, meniru atau mengurangi nilai mata uang.
Pasal 250 bis, tidak secara khusus mengatur tentang jenis tindak pidana pemalsuan mata uang, tetapi mengatur tentang pidana tambahan yaitu berupa perampasan, baik mata uang yang dipalsukan maupun bahan untuk membuat uang palsu. Pasal 251, yang ingin dilindungi dari delik ini adalah agar penerima tidak tertipu mengira kepingan itu adalah uang. Pasal ini kurang penting sekarang ini karena mata uang (koin) sekarang tidak dibuat dari logam mulai.
Pasal 38 mengatur tentang pemberatan pidana yang dilihat dari subjek hukumnya yaitu Pegawai Bank Indonesia atau Pegawai Percetakan Rupiah. Selain mengancam dengan pemberatan jika dilakukan secara terorganisir diikuti dengan dngan kejahatan terorisme atau yang mengganggu perekonomian nasional. Pasal 39 telah memasukkan kejahatan korporasi dalam tindak pidana mata uang. Ini menutup kelemahan dari undang-undang sebelumnya yang tidak menjadikan korporasi sebagai subjek hukum. Pada Pasal 40 juga mengatur tentang pidana kurungan sebagai pengganti pidana denda dengan pengaturan yang lebih terukur, yaitu setiap pidana denda 100 juta disamakan dengan pidana kurungan 2 bulan. Pasal 41 mengatur tentang jenis tindak pidana, dimana Pasal 33 dan 34 dikualifikasikan sebagai pelanggaran sementara Pasal 35-37 dikualifasikan sebagai kejahatan.
Kejahatan pemalsuan dan pengedaran mata uang kertas merupakan kejahatan yang serius karena selain bertujuan untuk memperkaya diri secara ekonomi, pemalsuan tersebut dapat juga bertujuan untuk menghancurkan perekonomian negara secara politis. Disamping itu kejahatan tersebut semakin lama semakin canggih karena dengan kemajuan teknologi yang ada, masyarakat yang ingin memperoleh kekayaan denga cepat akan melakukan kejahatan yang dimaksud dengan cara yang paling baru. Dalam upaya menangkal peredaran uang rupiah palsu di masyarakat, Bank Indonesia melakukan kegiatan Sosialisasi/penyuluhan tentang ciri-ciri keaslian uang rupiah kepada masyarakat yang di dalam pekerjaannya sehari-hari selalu berhubungan dengan fisik uang.
Sementara itu, tindak pidana mata uang yang ada dalam Pasal 33-41 Undang-Undang 7/2011 tentang Mata Uang merupakan delik yang melarang menggunakan mata uang selain rupiah dalam transaksi untuk tujuan pembayaran atau kewajiban lainnya. Undang-undang ini juga mengancam setiap orang yang menolak rupiah sebagai alat pembayaran. Ketentuan lainnya memiliki kemiripan dengan pasal-pasal yang ada dalam Pasal 244-252 KUHP seperti memalsu rupiah, meniru atau merusak rupiah.
Diharapkan dalam penggunaan mata uang sebaiknya menggunakan mata uang yang sah yang telah ditetapkan oleh Undang-Undang. Dipedomani aturan-aturan lain yang mengatur tentang mata uang.
Pemerintah perlu menyiapkan sanksi yang tegas untuk memberikan efek jera. dalam hal ini, pemerintah tidak bisa bekerja sendiri. Pemerintah perlu mengadakan kerja sama dengan masyarakat. Dalam kasus pemalsuan dan pengedaran mata uang kertas, sikap dan sifat masyarakat memegang kunci penting. Kesadaran masyarakat akan tindak pidana tersebut perlu diperbaiki. Sehingga bila masyarakat menemukan mata uang kertas palsu, mereka cenderung akan melaporkan kepada pihak yang berwajib dari pada membelanjakannya. Pada akhirnya, mata uang kertas palsu yang beredar di masyarakat dapat ditekan.
%PDF-1.7 %���� 8 0 obj << /Type /FontDescriptor /FontName /Arial-BoldMT /Flags 32 /ItalicAngle 0 /Ascent 905 /Descent -210 /CapHeight 728 /AvgWidth 479 /MaxWidth 2628 /FontWeight 700 /XHeight 250 /Leading 33 /StemV 47 /FontBBox [-628 -210 2000 728] >> endobj 9 0 obj [278 0 0 0 0 0 0 0 333 333 0 0 278 333 278 0 556 556 556 556 556 556 556 556 556 556 333 0 0 0 0 0 0 722 722 722 722 667 611 778 722 278 556 722 611 833 722 778 667 0 722 667 611 722 667 944 0 667 611 0 0 0 0 0 0 556 611 556 611 556 333 611 611 278 278 556 278 889 611 611 611 611 389 556 333 611 556 778 556 556 500] endobj 7 0 obj << /Type /Font /Subtype /TrueType /Name /F1 /BaseFont /Arial-BoldMT /Encoding /WinAnsiEncoding /FontDescriptor 8 0 R /FirstChar 32 /LastChar 122 /Widths 9 0 R >> endobj 11 0 obj << /Type /FontDescriptor /FontName /ArialMT /Flags 32 /ItalicAngle 0 /Ascent 905 /Descent -210 /CapHeight 728 /AvgWidth 441 /MaxWidth 2665 /FontWeight 400 /XHeight 250 /Leading 33 /StemV 44 /FontBBox [-665 -210 2000 728] >> endobj 12 0 obj [278 278 0 0 0 889 667 0 333 333 0 0 278 333 278 278 556 556 556 556 556 556 556 556 556 556 278 278 0 584 0 556 1015 667 667 722 722 667 611 778 722 278 500 667 556 833 722 778 667 778 722 667 611 722 667 944 667 667 611 278 0 278 0 556 0 556 556 500 556 556 278 556 556 222 222 500 222 833 556 556 556 556 333 500 278 556 500 722 500 500 500] endobj 10 0 obj << /Type /Font /Subtype /TrueType /Name /F2 /BaseFont /ArialMT /Encoding /WinAnsiEncoding /FontDescriptor 11 0 R /FirstChar 32 /LastChar 122 /Widths 12 0 R >> endobj 13 0 obj << /Type /ExtGState /BM /Normal /ca 1 >> endobj 14 0 obj << /Type /ExtGState /BM /Normal /CA 1 >> endobj 16 0 obj << /Type /XObject /Subtype /Image /Width 436 /Height 482 /ColorSpace /DeviceGray /Matte [0 0 0] /BitsPerComponent 8 /Interpolate false /Filter /FlateDecode /Length 7451 >> stream x��݉������cC���Ϣ!�EP�K�E/��O�E��Q�h�RUg�RT��}F(�L�4�����N���͵��cf>�3��_����1��y����8� B���M�����!uws��{d���I�|�j�5hٱG��C���dΜ9�~2c��A1��F6 ���%wBxl@�>5��3|���?�����O2�j�Z�,�|��0)���=�V/�5��Ƶ�K�F��+�e�����읔�|���tŅ9O�^�������-��p �~mޝ���i9����%W��I{p���3c�z !7�"��+C�N�Pit�mi�E�J�i���}���� �dx�z�0�y%��U>9Uֵ5��7�@nt�ûO۔�w�ց��Ll������~T�n���ju��u;������FG��AlT#�~�'�����60��+��6�{$�ah�ʄ���2Heڱٝ���'��G�LRҖ��\[SW�H� ���=����2���R�Nh����)n�{�]�a&��4.�Q� ��]! �1���Ut�6�'�[�#$��=U1�K��٩ئrH�N��S�0}���)��oW��� �m7�t!���T7W� ���%\���}� 7� tO&��k�B��S���2R��2��;�_��į.��dqo�z~tj4��q��f���,M���k�q�0l����}=E��������Yө�p�cA֡��*�Y����}����"��g�=q�H�"�?�5��Y��S��7HB��d5�P���:7:T���b�Wd� %<�F�Uް>o�x��b�<���' x�����M��}7�oӟp�{6��F>���z<�h�B?ڛB�B*��<909��5��k�oO\21MF��p��&��;�����>-A����#���Lt�G�G�*�.��r��*�Y�?n���>$����ܿ6U4O�g5��Z�W�^���5f��>4�.�;ZB�ȕ�j.%f�+��ek������(���`G]]U�{�5��=˩�bYd�ŅсܺE |�Zu=��oȜ��O�.&�;�����_�*��5fB=��/��!���뉽T����._���ڌ��7�ߒA�Gf���=-ap�e�����J�o�������^����8[*Z�N�}z/�K��h6n�}��d\����Z��лݢ3�ky�AWp秡.���Wo5�@�k,���-JZ�ZR�?�"ED��D��+"_��!��e$!�֢��=)\�w؋̽�n|�P��&��yk��G|+���ɼ��-Y�GCT��9;�>A�#���c�>j�ɞ�������PJ�����-θ�~d}�g%D����W^Υ�HEn�%��)�w�$Dr���7\̆�l���%�w��"��^�^������~�D�ݎ_5�{�ꌶI����C�Nx�� �.C�~}���-�9U����c�����ܚr��v���Q�bO��e"|���s%T� ��g�O�Z�W�Fm]B�~�M:��*�^'V �������s�E7�Q�E��� iұ��}��̽�U� F��[�K�=�_T� ��#�p��"�W@��]�M_��hBr� z���)��/�8oT϶��S�-W���� jк۠�_l:p�BTaY����_'7}9�ݮ-�xIE�����L&� oԼ��9m�mǮ�������E�V��\:���y���n�8"�K.����qk6��比��6�0F��{��tv��-k�F�{��{j�R��� �H�V�L��0d����'��JrT3d&��H���F����?�=`���/�D���_�*�[\�A��"t���Ϫou�c�B�13�rnn�� �J�13�L̟� �R�1��~7�X�m2F�Z���q���awS����c���̔Y��q���` Sf�oᅦKЮ��2�,�=`��� ޅξK�~���YD�Cܣ�H�*]eP��3s��{L����n�3J�=&`]�� :B��r�*�����1��5� ��ҲZ������,�5��V�TQ13ٴܣ�dO�V�L4 ���5i�+�*��RY���x$����,FkP12�B�A�������N�#����XL���7�����ӌr���>��7�5�����=�2s�-�8 ���e��ˬ�I����\6��l�=.`���Ȑd9�G,��e�s2D$�q�Z�Z���� �G,�n>��#P�����|f>?CǑ�J6�����+8/����{��L2N/`����g&���Խ��K�� E+���Y�x]�~(BX�dw���P�%��s �װ����<ܣ���zY�L:֥����,���z߁"���Į?8N�;��YH{���o �@��B%;�X�L_8n��RYH��bو�b1{�B��{X��m �^�B�c-t��ß��,��e���~�}�!�w�B���g�&�2��N/`�F��VB��:ʸJ����>��7���1�}�I�k-2���[ֹ��zf��q�Tt�ҡI�y�=BP�N���$kq�T���6�R�G*m�se@��˨�X��Wsq����QU�ս�{���!Ue�{ �Ay[Ue&��Ayq��2s��ưJ�x+/���#�K�*��(��#�J��6�-O�%(�`��3��O�,��\��� ���HQ�oՙyφN���`e=��l$!,�ԯ������D���.�Q���-�,�q�RG[T�xf8�����"wխ��7�q��g ͺ@2C5V�ٛ�Q���AW�y���=R`�9MfKf��p�>k���lDH����䭷l�;CD��8���T[�2{�0�^��]�m�������%���bݷ��2xU�9��X�m"���{����H�[�J ���,q�� �F"����;��m�!��O�8��vo�k�M���GV�|S�zTqt�Y�p��%B���%f��K�p�-+�F�Թz�U2����P�#CAq���x۞��n(�Y@� ��L�K�pd�D�KD�S�/��kgmVʬ/��f���B��%f�; �ɬ�-����'���Y��q��c��aG���7�%Ưx� ۘJy,�������d��D(�K`�zTQO�8���Wm���/�18aOdE�Cሙ��`�2��`V�Ha_f�`-1f9�~ �2��,�c�G��*��c�G���w�;ۼ��H� G���U�>��{�<��j�zT��-� ��%��ͬ�X�U��1��O����-e�]b����&����c1���C"t�0���S�5:�+�T��.����^aT���C���YX�{�|�ko��@:>�����~vv��}��+��awو���q���&vv_f���q�پ:�dVw�q��*�����W�0����h ��=n+���%���]� 6�m� :��9=q�l�!M��9%:t�!7p����:T� �y��y�d�ر��6��L�g9�w�/B����� s03�, ��^#C���x��:���& ��S��6�^Y�~X���������%!X�Mv`a��<�c�6���3��0(q oE;��H���=�������A�K�Ù��ߠp�@�����������v� jE��Af�lU8�Y�_��g�z��/���k`sÔ���6������۩�Q_8�4�%7u��h@�KBv��s�!"641l���̐/�q˰g3���=�эqx���x%�M�G��-sv�����מɜIAW��wQ.����a����&�W����ٝ� �?��?_�(3��U(Q�+����c<���*o�2CA?���ȞFI�@��0������EȄLܳ�ۯQ"<�=~�����3k���������&��qO��_S���D��P2��mL������ޔ�� G���FR����0�a�"CD��� 3C!wpχ~s� ��<�ا�n�g���N�22��`�7��zQ���<�3�;m���ͧ�g�}ǝ��9-o��m�hm�I��3�<�"/j3��]b��}LaW��s.ti��?�������='��Ҟ�71�ޏpω��S���H�������`j#CD�C�'�q�8�3CA�{E��N|x�<�y�.�V�b(.�O���ډ�Q_���{V���oDudH� G:)78��U��Mh4���:����W��=�ԇWͫ6�W4z؇�!�(��'}�k�(�\��<�=1�oH�+#"*^��F�3�������Q���%����C�B�_Ry���h�7��!���F��i(AN�u��I�DGdH0:��9ׂ��P�۸g�]�)<����gpό���h�\��=5�*�"�'3�*h��$�Z�F��ӡاIr$=�!;�ir��-1�ڦ��G��{ЕY�Uܓ�(�j ]�y�Cg�E3i*�A���1�t� ij�p����h�L0 G:�'#����==N�n �-3T�tBhP�TA_fA�`C �аդ� XB���)��9�p�& �)��T�m�%��Ѧ��� ��A��#�CcfD�S�'�A��4-,0f��}�̧e �I�����KM�b#��g�=��X6"$�G��ףi����M�=E��mFcو���_P�PL�9�����t)����o�[R�W()�9���g�����#Ş���lDH:=���}�ă�KL-� ��կD��]ܓ��4�T�����,�m �I�X�J��ᴭG5�Z �(�ݕ�!� ���RI-h�L��%�ԉ�tG���Opϒ[�T�=3;�)5��!���g�)�����H��49%�'�%���oc(�J����� �c�(�@�6�2^�ϱR����Ă2���%�N�:�����%�L�'R&2���P�Ň4/,0��2�L���x�FH2%�L�#!��Gj��?�=S��k��#5B�N� �*�m�w� ���p�H� &����W��{:�[�J�W�+W��u�Y�j_���+G� �nc*%����r��P3f"C��IP�PB�%��̈�ga�#% �<誼��p�D�F��k�p��2��!�\�S��ٙ�Ȑp�����t#�2#ކ�R������Q+j{�} �VҼ����#P�S �gmV�����.ce#B���9�[3���H8&�|��B8s�!A�4��傭t��YI�$���8�h�,�8��r�D�^x)���/h�f�AH2��9 '��̄�A#�i��0"ބ'�v��ur�����o��R0��u��]�f)#ۘJ��-�U8��-1��6C��=��/�ξ�n�c����#rp����7d62Dt��#8iS0Ù�ȫ�����Lg���]\���3XKB�r�/�]}�O��N9E�*�������!å>B�����ALG���{��δ�����+'dO�3�Y�Z�^9��H���| �����-sd3�Z��]��|dH4N/p�zs[�Jݮ�a�+��Cf����b�swMũ���P��/4y�!���h'mN����o�Rs����9����ԩ�b_�cU�h�8�ݸ���{�#�u���M.��! ���b��ٯ���c�O9�z7}8�o������kJY_wXB�E~v:M͛�tw��+u�+�,B���I��F����,����Մ!}�����nd�_��Fz��%VJ��n�AN�����߾��7����?�����W�h��Ʃ�^Hj�[�k�ڤ:s���B�f$�i���4��Ȓ�?� ��V!k9��4����D���1ߞ}�ƫ��ٙ�C��P�����5�m�Uww|���u�^v%�=Oں܋�����h�د}����!��Lm����o.H �8�@��j#5� _td��>A�Nك���6?i���Pv�G\3f�eL�����z�f?a`�i��0�R;���1��s!�8>��Ğ��=T�9�pW4�{S��R~���YFX����i=�+�8=����Q�p���.�o���+k�׆�(D���|�]tw�L�ć�S(Z|��> �"��.-�_Wbt d�c�dR{��%m�� ��h$����6��WQ���!���;���76�ܻ�>j,��� �����mC$���\b�w�w���{~uy7l� �=��M�oJrhm�.�Ĭ��^�� ! ��J������Sz�%���?z������R6��11z���G�M�Hm���zՄ0�C�^ϭ�Q>�=�]u�n�u5�[P�Y�^X9�G�suU�p���+B�1+o�O����[��}g ��O8�Q� ��IX����J:b���2}���ĭ��RVx�2n�����Q?=�i[_�c=�#b��e���_�a�+ ��\�5e��oԄBх�5k�9�,���n endstream endobj 15 0 obj << /Type /XObject /Subtype /Image /Width 436 /Height 482 /ColorSpace /DeviceRGB /BitsPerComponent 8 /Filter /DCTDecode /Interpolate true /SMask 16 0 R /Length 36561 >> stream ���� JFIF ` ` �� C $.' ",#(7),01444'9=82<.342�� C 2!!22222222222222222222222222222222222222222222222222�� ��" �� �� � } !1AQa"q2���#B��R��$3br� %&'()*456789:CDEFGHIJSTUVWXYZcdefghijstuvwxyz��������������������������������������������������������������������������� �� � w !1AQaq"2�B���� #3R�br� $4�%�&'()*56789:CDEFGHIJSTUVWXYZcdefghijstuvwxyz�������������������������������������������������������������������������� ? ���(��(��(��(��(��(��(��(��(��)@&����9�����3L��'{������������x�V��S � }h簌N ��7� ����{pB��~f�����O�ʿb��2�k0��&�W����
Tujuan dilakukannya penelitian yaitu untuk mengetahui bagaimana pengaturan tentang Sabung Ayam sebagai tindak Pidana perjudian dalam sistem hukum Pasal 303 KUHP danbagaimana Tanggung jawab pelaku perjudian baik Bandar maupun pelaku lainya sesuai KUHP dan aturan lainya yang dengan metode penelitian hukum normatif disimpulkan: 1. Judi sabung ayam sesuai Pasal 303 KUHP merupakan tindak pidana. Berdasarkan hal tersebut praktek sabung ayam merupakan perbuatan melawan hukum dan bisa diancam dengan hukum pidana. Undang-undang Perjudian No. 7 Tahun 1974 menegaskan bahwa, setiap bentuk kegiatan perjudian adalah merupakan tindak pidana dan diancam dengan hukuman pidana. Berdasarkan hal tersebut, sangat jelas bahwa judi sabung ayam walaupun secara tradisional diakui keberadaannya tetapi secara hukum terutama hukum pidana merupakan perbuatan pidana yang bisa diancam dengan hukuman penjara. 2. Pertanggungjawaban pidana pelaku perjudian sabung ayam, sama dengan pelaku tindak pidana lainnya yang akan diancam dengan hukuman sesuai Pasal yang dilanggar. Pelaku perjudian sabung judi melanggar Pasal 303 KUHP sedangkan hukuman yang akan diterima sebagai bentuk pertanggungjawaban pidana sesuai dengan pertimbangan dan keputusan hakim. Pelaku dan pihak terkait juga akan dihukum tindak pidana bersama-sama atau tindak pidana penyertaan sesuai dengan Pasal 55 dan 56 KUHP. Dengan demikian, pihak-pihak terkait juga akan dituntut pertanggungjawaban pidana dalam perjudian sabung ayam.